Jumat, 02 Desember 2011

Drama dan Teater

              1. Pengertian Drama
Jauh hari, semasa kakek nenek kita masih seusia kita (sekolahan) sudah mengenal yang namanya layar tancap, film, ketoprak, dan sandiwara. Semua itu merupakan kisah fiksi yang dimainkan, baik dalam bentuk visual, audio, maupun audio-visual. Hal serupa dengan itu muncul pula kata “drama” dan teater, yang kemudian menjadi salah satu kajian ilmu di sekolah dan perguruan tinggi. Sebenarnya, dari semua jenis di atas, drama adalah awal dan puncak.
Drama merupakan genre sastra yang unik. Ia bukan untuk sekedar dibacakan, tetapi juga dipertontonkan. Sebagai tontonan, cerita dalam drama dikatakan ephemeral, yaitu bermula pada satu malam dan berakhir pada malam yang sama. Sejauh ini, drama masih dikatakan berasal dari Yunani, yaitu dari kata dramai  ‘sesuatu yang diperbuat’. Istilah lain yang sama dengan drama adalah sandiwara (dari bahasa Jawa) yang maksudnya cerita rahasia. Cerita tersebut kemudian digolongkan menjadi salah satu genre sastra, yakni sastra yang bercerita.
                 2. Drama dan Teater
Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Drama
Teater
naskah
pertunjukan
penokohan
tokoh/ aktor
teks
interteks
Penulis
sutradara
Dari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih berupa naskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan dilakonkan.
Naskah lakon merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna bentuknya apabila belum dipentaskan. Naskah lakon disebut juga sebagai ungkapan pernyataan penulis (playwright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum, juga merupakan ide dasar bagi aktor. Proses pengembangan laku bersumber dari hasil studi dan analisis isi. Hal ini dapat membangkitkan daya kreatif dalam menghayati laku secara pas, melaksanakan peran dengan takaran seimbang dalam asas keutuhan, keseimbangan serta keselarasan. Naskah sering juga disebut dengan skenario, terutama untuk film.
Dalam sebuah naskah, ada percakapan/ dialog. Berbeda dengan percakapan dalam teks prosa yang biasanya ditulis berangkai dengan narasi, pada naskah drama, percakapan ditulis terpisah menjadi dialog per tokoh yang diharapkan memerankan ucapan tersebut. Namun demikian, dalam naskah drama tetap juga memiliki narasi. Narasi dalam naskah drama biasanya ditulis memakai tanda kurung (…) atau dimiringkan (italic). Japi Tambojang dalam “Dasar-dasar Drama Turgi” memberi istilah pada percakapan sebagai wawancang dan untuk tanda kurung disebutnya dengan kramagung. Perlu diingat, ketika sebuah naskah sudah dipertunjukkan, barulah dikatakan dia sebagai teater. Tulisan dalam tanda kurung itu digunakan pemain untuk melakukan gerakan-gerakan dimaksud saat memerankan karakternya. Dengan kata lain, tulisan dalam kurung merupakan perintah dari penulis naskah untuk aktor.
Penokohan  merupakan karakter tokoh yang diinginkan dalam sebuah naskah. Kharakter ini sama seperti karakter manusia biasa: ada kejam, sadis, baik, pendiam, gila, dan sebagainya. Karakter-karakter tersebut diharapkan dapat diperankan oleh aktor (pemain) dengan maksimal agar tercapai maksud naskah. Dalam naskah drama (juga berlaku untuk film dan sandiwara) semua watak tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu protagonis (tokoh baik) antagonis (tokoh jahat), dan tritagonis (tokoh pembantu).
Oleh karena teks adalah sesuatu yang tampak (tertulis), pembicaraan naskah merupakan pembicaraan teks/ masih di atas kertas. Ketika berbicara interteks, berarti membicarakan maksud yang tidak tampak dari sebuah teks. Interteks merupakan perilaku yang harapkan muncul setelah melakukan interpretasi terhadap teks. Lebih mudahnya, teks merupakan unsur ekstrinsik (luar), sedangkan interteks adalah unsur intrinsik (dalam).
Penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif yang pertama terhadap sebuah karya. Dalam hal ini kita membicarakan karya sastra drama. Jadi, penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif menulis naskah drama. Sutradara adalah orang yang membawa naskah ke bentuk pertunjukkan. Seorang sutradara pastinya dituntut orang yang mahir melakukan interpretasi terhadap naskah, baik dari segi dialog, cerita, penokohan, sampai ke pada properti panggung. Oleh karena tanggung jawabnya yang berat itu, seorang sutradara biasanya dibantu oleh asisten sutradara. Tugas sutradara mulai dari latihan sampai selesai pementasan.
                3. Unsur-unsur Drama
3.1.            intrinsi (unsur dalam)
Unsur intrinsik atau disebut juga unsur dalam adalah unsur yang tidak tampak. Ini yang kita sebut di atas tadi sebagai kajian interteks. Dalam intrinsik ada:
Ø tema; yaitu ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita. Tema sering pula dikatakan dengan nada dasar drama. Sebuah tema tidak terlepas dari manusia dan kehidupan, misalkan cinta, maut, dan sebagainya. Jika ada yang menyebutkan temanya romantis, itu adalah bias pengertian. Romantis bukan tema, tetapi gaya yang digunakan oleh penulis. Dalam kasus dimaksud sebenarnya temanya adalah cinta/ percintaan. Jalan ceritanya yang dibuat menjadi romantis. Ini hanya perkara gaya/style (di lain waktu akan kita bicarakan masalah gaya atau style penulis tersebut).
Ø alur/ plot; yaitu jalan cerita. Dalam alur sebuah naskah drama bukan permasalahan maju-mundurnya sebuah cerita seperti yang dimaksudkan dalam karangan prosa, tetapi alur yang membimbing cerita dari awal hingga tuntas. Dimulai dengan pemaparan (perkenalan awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik), konflikasi (masalah baru), krisis (pertentangan mencapai titik puncak–klimak s.d. antiklimaks), resolusi (pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending (keputusan). Ada pula yang menggambarkan alur dalam sebah naskah drama itu pemaparan—masalah—pemecahan masalah/resolusi—keputusan.
Ø  penokohan; karakter yang dibentuk oleh setiap dialog tokoh.
Ø latar/ setting; yaitu tempat kejadian. Latar atau setting berbicara masalah tempat, suasana, dan waktu.
Ø amanat; yaitu pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita. Jika tema bersifat lugas, objektif, dan khusus, amanat lebih umum, kias, dan subjektif.
3.2              ekstrinsi (unsur luar)
Unsur-unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/ percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton.
                 4.    Jenis-jenis Drama
             Secara sederhana, drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Pembagian secara umum di bawah ini ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.
  • Tragedi, yaitu drama yang melukiskan kisah duka atau kejadian pahit, sedih yang amat dalam. Tujuan naskah ini biasanya agar penonton dapat memandang hidup dan kehidupan secara optimis.
  • Komedi, yaitu drama ringan, biasanya bercerita tentang yang lucu-lucu. Tujuannya lebih kepada menghibur penonton. contohnya Opera Van Java yang sudah dikenal hampir diseluruh Indonesia.
  •  
  • Melodrama (tragikomedi), yaitu drama yang berupa gabungan dari tragedi dan komedi. Dalam naskah ini ada cerita serius, ada juga hanya cerita ringan dan lucu. Biasanya melodrama banyak dijumpai di berbagai drama Korea seperti : Kitchen yang sempat populer dikalangan remaja. 
  • Dagelan (farce), yaitu jenis drama murahan atau dikatakan juga dengan komedi picisan. Biasanya naskah ini diiringi musik riang.
  • Opera atau operet, yaitu dialog diiringi dengan musik yang di dalamnya juga dimasukkan nyanyian/ lagu.
                 5.    Simpulan
         Dari ulasan singkat di atas, dapat ditarik simpulan bahwa sebuah naskah drama belum mencapai puncak estetik kesastraannya manakala belum diimplementasikan ke atas pentas atau belum dipertontonkan. Lantas, apa hubungannya dengan pembelajaran di sekolah? Pentingkah mempelajari drama di sekolah?
      Oleh karena di sekolah ada mata pelajaran sastra, kendati masih digabungkan dengan bahasa, drama menjadi penting dipelajari, karena drama termasuk ke dalam salah satu jenis sastra. Namun, sampai saat ini pembelajaran drama di sekolah hanya diberikan sebatas mengenal naskah, implementasinya sama sekali belum. Sejatinya, drama belum lengkap dipelajari jika belum diapresiasikan dan dimainkan menjadi sebuah teater. Karena itu, pembelajaran drama di sekolah mesti dibawa ke arah teater.
      Mempelajari apresiasi drama berkaitan dengan naskah dan pertunjukan. Oleh karena itu, unsur-unsur sebuah naskah drama mesti diketahui oleh siswa. Siswa juga dituntut dapat membuat naskah drama, minimal naskah satu babak (singkat). Siswa juga diharapkan dapat mementaskan sebuah naskah drama bersama teman-temannya, lalu teman-teman yang lain menilai pementasan temannya tersebut. Jika hal ini sudah mampu dilakukan siswa, artinya dia sudah memahami apa itu drama dan teater. Karenanya, sebagai calon guru Bahasa dan Sastra Indonesia dituntut memahmi dengan benar hakikat drama dan tujuannya.
Sumber : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-readmore-otomatis-pada.html#ixzz1kwxcqL3L

1 komentar:

  1. Kesimpulan drama menurut saya adalah sebuah karya sastra dalam bentuk pertunjukan dan mengutamakan ekspresi yang memerankannya.

    BalasHapus